Selasa, 09 Mei 2017

AKULTURASI BUDAYA DI MESJID CHENG HO SURABAYA


TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
OBSERVASI AKULTURASI BUDAYA DI MESJID CHENG HO SURABAYA



Pendidikan Fisika C 2015
Ghozy Izza M 15030184009
Dyah Menik 15030184014
Widya Kartikasari 15030184040

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2016

PENDAHULUAN

Akulturasi merupakan suatu proses perubahan dimana terjadi penyatuan kebudayaan yang berbedasehingga unsure kebudayaan asing itu lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan sendiri. Akulturasi terjadi karena adanya penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman seperti nilai baru yang mencerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya. Akulturasi sendiri dapat terbentuk dalam suatu adat kebiasaan, seni bangunan, tarian, pakaian, dan sebagainya.  Salah satu contoh bentuk akulturasi budaya di Indonesia yaitu Mesjid Cheng Ho Surabaya. Untuk mengetahui bagaimana akulturasi budaya yang ada di Mesjid Cheng Ho serta memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam, maka dilakukan observasi akulturasi budaya di Mesjid Cheng Ho Surabaya.


PEMBAHASAN 




 Masjid Cheng Ho Surabaya adalah masjid pertama di Indonesia yang menggunakan nama Muslim Tionghoa, dan menjadi simbol perdamaian umat beragama.
Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, laksamana asal Cina yang beragama Islam. Ia melakukan perjalanan ke kawasan Asia Tenggara dengan mengemban beberapa misi, diantaranya berdagang, menjalin persahabatan, serta menyebarkan ajaran agama Islam.
Pembangunan masjid Cheng Ho atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya bertepatan dengan Isra’ Miraj Muhammad SAW yakni pada 15 Oktober 2001. Proses nya memakan waktu satu tahun dan baru selesai seluruh bagiannya pada Oktober 2002. Masjid ini didirikan atas prakarsa para sesepuh, penasihat, pengurus Pembina Imam Tauhid Islama (PITI), pengurus Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia Jawa Timur, serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Sebagaimana tertulis di prasasti pembangunan di depan masjid, Masjid Cheng Ho Surabaya diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia Prof. Dr. Said Agil Husain Al-Munawar, MA. pada tanggal 28 Mei 2003.



Kompleks masjid dibangun di atas tanah seluas 3.070 m2. Perpaduan gaya Arab dan Tiongkok menjadi ciri khas masjid ini. Arsitektur masjid diilhami Masjid Niu Jie di Beijing yang dibangun pada 996 Masehi, dan tampak pada bagian atap utama, dan mahkota masjid. Selebihnya, masjid ini memadukan gaya arsitektur Arab dan Jawa. Arsitek Masjid Cheng Ho Surabaya ialah Abdul Aziz.
Setiap bagian bangunan masjid mengandung filosofi atau maknanya sendiri. Bagunan utama Majid Cheng Ho yang berukuran 11 x 9 meter, mengikuti panjang dan lebar Ka’bah saat pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim AS yang berukuran 11 meter. Sementara ukuran 9 meter diambil dari jumlah wali (Wali Songo) yang melaksanakan syiar Islam di Pulau Jawa.



 Pintu masuk masjid menyerupai pagoda, dengan relief naga dan patung singa dari lilin bertuliskan “Allah” dalam huruf Arab di bagian puncak pagoda. Di sisi kiri bangunan terdapat sebuah beduk yang kerap digunakan untuk menandai waktu sholat tiba.
Bagian atas bangunan  merupakan pengaruh Hindu Jawa. Bentuknya segi delapan dan menyerupai pagoda. Dalam kepercayaan Tionghoa, angka 8 berarti ‘Fat’ atau  keberuntungan. Di bagian serambi masjid terdapat lima buah anak tangga yang merepresentasikan Rukun Islam. Sedangkan enam buah anak tangga di bagian dalam masjid merepresentasikan Rukun Iman. Secara keseluruhan, Masjid Cheng Ho dapat menampung 200 orang jamaah. Ada juga bukaan lengkung pada dinding, ciri khas arsitektur India dan Arab. Pada bagian dalam masjid, terdapat podium. Di Tiongkok, podium ini dimaksudkan guna menghindari kelembapan. Podium Masjid Cheng Ho dibagi dua, tinggi dan rendah. Podium yang lebih tinggi terletak pada bangunan utama. Sedangkan yang rendah berada di sayap kanan dan kiri bagian utama masjid. Papan nama masjid ini cukup istimewa, karena hadiah langsung dari Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Shu Ming.

Hasil perpaduan berbagai gaya pada ini membuat Masjid Cheng Ho didominasi oleh empat warna: merah, kuning, biru, dan hijau. Dalam kepercayaan Tionghoa, keempat warna ini adalah simbol kebahagiaan, kemasyhuran, harapan, dan kemakmuran. Masjid Cheng Ho memiliki kolom sederhana dan dinding dilapisi keramik bermotif batu bata. Di beberapa bagian dihadirkan ornamen horizontal berwarna hijau tua dan biru muda. Pewarnaan itu diulang juga pada bentukan kuda-kuda yang dibiarkan telanjang pada bagian interior.



Selain menikmati keindahan arsitektur bangunan masjid, pengunjung juga dapat melihat relief laksamana yang bernama lengkap Muhammad Cheng Hoo bersama kapal yang digunakan saat mengarungi Samudera Hindia. Salah satu pesan yang hendak disampaikan melalui relief ini adalah agar umat Islam tetap rendah hati dalam menjalani hidup sehari-hari dan relief ini memiliki pesan kepada muslim Tionghoa di Indonesia pada khususnya agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam. Orang Tionghoa menjalankan ajaran Islam bukanlah merupakan hal yang aneh atau luar biasa. Hal itu adalah wajar, karena 600 tahun yang lalu pun sudah ada laksamana Tionghoa yang taat menjalankan ajaran Islam bernama Muhammad Cheng Hoo. Beliau juga turut mensyi'arkan agama Islam di Indonesia.


 Di dalam kompleks masjid terdapat sekolah TK, lapangan olahraga, kantor, serta tempat kursus bahasa Mandarin, dan kantin. Sehingga pengunjung, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar masjid, dapat merasakan manfaat lebih dari tempat ini. Selain aktif digunakan sebagai tempat ibadah harian dan saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, berbagai kegiatan sosial seperti distribusi sembako mudah, donor darah juga kerap diadakan di sini. Berbagai kegiatan keagamaan dilaksanakan di masjid ini, seperti pengajian, tablig akbar, atau majelis taklim. Kegiatan perayaan hari-hari keagamaan Islam seperti Idul Fitri atau Idul Qurban pun dipusatkan di masjid ini. Kadang halaman digunakan untuk acara resepsi pernikahan dengan latar belakang bangunan masjid.
Selain Masjid Cheng Ho Surabaya, masih ada dua masjid serupa yang terdapat di kota lain, yakni Masjid Cheng Ho Palembang atau yang juga bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho, dan Masjid Cheng Ho Pandaan Pasuruan. Masjid ini ramai dikunjungi terutama pada perayaan hari besar umat Islam. Pengunjung yang datang umumnya ingin beribadah, atau sekadar menikmati keindahan arsitektur bangunan masjid.
Masjid Cheng Ho berlokasi di Jalan Gading No. 2, Ketabang, Genteng, atau sekitar 1.000 meter sebelah utara Gedung Balaikota Surabaya. Untuk menuju lokasi ini, Anda dapat memilih Jalan Taman Kusuma Bangsa, dan melalui Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa. Masjid ini terletak di area komplek gedung serba guna PITI  Jawa Timur.
Masjid Cheng Ho Surabaya ini digagas dan didirikan atas prakarsa  HMY Bambang Sujianto ketua Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia dan para sesepuh, penasehat, pengurus PITI (Pembina Iman Tauhid Islam atau sebelumnya dikenal dengan Persatuan Islam Thionghoa Indonesia) Jawa Timur serta tokoh masyarakat Tionghoa di Surabaya. Masjid Chengho Surabaya ini mendapatkan Rekor MURI sebagai “Pemrakarsa dan Pembuat Masjid Berasitektur Tiongkok Pertama di Indonesia”  Masjid ini dikelola PITI Korwil Jawa Timur dan Yayasan Haji Muhammad Cheng Ho Indonesia. Hampir setiap pekan di masjid ini, biasanya setelah salat Jumat, dua-tiga warga keturunan Tionghoa mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai tanda masuk agama Islam.


PENUTUP
Kesimpulan
Dengan observasi ini kita dapat mengetahui bahwa, Mesjid Cheng Ho Surabaya merupakan salah satu bentuk akulturasi budaya Tionghoa, Jawa dan Arab. Hal ini dapat dilihat dari arsitektur mesjid yang merupakan perpaduan gaya arsitektur Arab dan Tiongkok, dan Jawa. Setiap bagian bangunan masjid mengandung filosofi atau maknanya sendiri. Nama masjid ini merupakan bentuk penghormatan pada Cheng Ho, laksamana asal Cina yang beragama Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KITA BISA SIAGA TSUNAMI ! (Apa itu tsunami dan mitigasinya)

Masih belum hilang dari ingatan kita tentang 13 tahun yang lalu tepat pada tanggal 26 Desember 2004. Sebuah bencana besar meluluh lantakk...